Русские видео

Сейчас в тренде

Иностранные видео


Скачать с ютуб WOW Rumah Antik di Baros Cimahi Ini Bakal Dijual! Ini Kisah Pemilik Rumah Mbah Wongso. в хорошем качестве

WOW Rumah Antik di Baros Cimahi Ini Bakal Dijual! Ini Kisah Pemilik Rumah Mbah Wongso. 4 года назад


Если кнопки скачивания не загрузились НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу страницы.
Спасибо за использование сервиса savevideohd.ru



WOW Rumah Antik di Baros Cimahi Ini Bakal Dijual! Ini Kisah Pemilik Rumah Mbah Wongso.

#MbahWongso #RumahAntik #Baros #Cimaih MINGGU 12 Januari 2020, 5 orang pegiat Tjimahi Heritage: Kang Mac, Om Alex Ming Wey, Teh Oni, Teh Yayu, dan Tasya, mengunjungi rumah peninggalan Mbah Wongso, tepat di depan Pasar Baros. Kami diterima dengan sangat baik dan ramah oleh Ibu.Hj Dewi dan Bapak Haji Tiswara. Bu Dewi adalah cucu Mbah Wongso dari anak ke sembilan atau bungsu (S Kartono Abuchaer) yang saat ini mendiami rumah tua yang dibangun sekitar tahun 1918 itu. Berikut kisah dan kiprah Mbah Wongso yang dirangkum dari hasil bincang-bincang dengan Bu Dewi ditambah sedikit keterangan dari diktat Prahara Cimahi dan sumber lain. Wongsodiwiryo. Lebih familiar dengan nama singkat Wongso. Berasal dari daerah Kotagede, Yogyakarta. Sekitar tahun 1890-an, ia merantau ke daerah Cimahi. Ia jadi bakul. Jualan sandal kayu Jawa, klompen alias bakiak. Berjualan di Pasar Antri. Ketika itu Pasar Antri belum berupa bangunan permanen. Tapi lapak-lapak atau bedeng. Wongso tinggal di daerah Gang Rangsom. Dari hanya klompen, barang jualan Wongso bertambah. Ada batik juga yang dibawanya dari Jogja. Kerja keras di tanah Cimahi membuatnya jadi sugih. Ia jadi saudagar di Pasar Antri. Punya beberapa tempat jualan. Lalu Wongso mencari lahan untuk tempat tinggal yang lebih nyaman. Ia memilih Baros. Ketika itu Baros masih berupa daerah persawahan dan kebun kelapa yang sepi. Berada di sebelah selatan kawasan Garnisun. Awalnya adalah sepetak tanah kurang lebih 2.000 meter persegi. Sekitar tahun 1918, Wongso membangun rumah permanen dengan gaya arsitektur Barat. Rumahnya mirip dengan rumah-rumah dinas KNIL ketika itu. Ruang depan sebagai beranda, di samping kanannya adalah kamar tidur. lalu masuk ke ruang tengah tempat keluarga berkumpul. Di sini ada tiga kamar tidur. Satu di sayap kanan, 2 di sayap kiri dan memiliki pintu penghubung. Yang unik, langit-langit tiap ruangan berbeda-beda. Ada yang memakai pelat eser (seng tebal), ada juga yang murni pakai papan kayu jati. Sementara di bagian belakang (achter galerij) terdapat, kamar untuk pembantu, dapur, dan kamar mandi. Bangunan itu dihubungkan dengan bangunan utama melalui koridor. Komposisi ruangan seperti ini tak beda dengan rumah-rumah dinas tentara di Garnizun. Mungkin rumah Mbah Wongso ini setara dengan rumah untuk tentara berpangkat mayor di jaman Hindia Belanda. Di samping sebelah kanan bangunan utama, ada paviliun. Sementara di belakang masih menyisakan lahan untuk kebun. Hanya yang membedakannya adalah keberadaan sebuah pendopo di depan rumah atau halaman depan. Pendopo itu dipakai untuk menggelar wayang kulit setiap muludan atau momen lain. Sayangnya pendopo ini dirobohkan sekitar tahun 1982. Kini anak cucu cicit Mbah Wongso Abuchaer sudah menyebar ke berbagai kota. Kebanyakan di Jakarta. Tinggallah Bu Dewi dan suaminya, H Tiswara, pensiunan PJKA, yang menempati rumah luas nan antik di Baros itu. Berdua merawat rumah, apalagi usia sudah sepuh, -Bu Dewi kelahiran 1952 atau 68 tahun- sudah tidak punya tenaga. Setelah bermusyawarah dengan keluarga besar, akhirnya diputuskan untuk menjual rumah peninggalan Mbah Wongso itu. Walau ada juga anggota keluarga yang tidak setuju, tapi kesepakatan sudah dicapai. “Ya berat banget untuk memutuskan sampai menjual. Saya lahir besar di sini. Menikah di sini, punya anak di sini. Berat sekali,” kata Bu Dewi. Melihat jejak dan jasa-jasa Mbah Wongso, rasanya sangat pantas jika Pemerintah Kota Cimahi memberikan penghargaan dengan mengganti nama Jalan Baros menjadi Jalan Haji Wongso Abuchaer. Sebagaimana pemakaian nama pahlawan lokal Cimahi lainnya sebagai nama jalan. Lebih dari itu, kami yang mendengar langsung kisah-kisah ini dibuat tak berdaya dengan rencana penjualan rumah bergaya Neo Klasik ini. Meleleh hati kami, karena sedih. Seandainya saja kami punya duit segudang, akan kami beli rumah itu. Akan kami pertahankan keasliannya. Akan kami jadikan museum, guesthouse, kafe jadul. Akan kami.... Tapi itu cuma mimpi kami di siang bolong.. (*)

Comments